Dalam perspektif hukum pertambangan, koperasi menjadi salah satu bentuk badan hukum yang diakui untuk mengelola usaha pertambangan rakyat. Pasal 35 UU Minerba menegaskan bahwa usaha pertambangan hanya dapat dilakukan berdasarkan perizinan berusaha dari pemerintah pusat, sementara Pasal 67 hingga Pasal 73 mengatur secara khusus mengenai Pertambangan Rakyat melalui penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) dan pemberian Izin Pertambangan Rakyat (IPR).
Pendiri sekaligus Ketua Asosiasi Penambang Rakyat Indonesia (APRI) Gorontalo Utara, Abdul Azis Latif, menegaskan bahwa pendirian Koperasi Cahaya Tambang diarahkan untuk menjawab kebutuhan legalitas penambang rakyat. Melalui koperasi, seluruh aktivitas penambangan dikonsolidasikan dalam satu badan hukum yang terdaftar, sehingga memudahkan pengawasan, pembinaan, dan penegakan hukum.
“Kami ingin penambang rakyat tidak lagi bekerja dalam posisi rawan hukum. Koperasi ini disiapkan agar sejalan dengan ketentuan UU Minerba, termasuk soal perizinan, tata kelola, dan kemitraan dengan masyarakat di kawasan konsesi,” ujar Azis.
Ia menjelaskan, koperasi telah mengantongi izin untuk pertambangan emas dan perak serta memperoleh akses aplikasi resmi dari kementerian terkait guna mengetahui potensi deposit logam di Gorontalo Utara. Langkah ini sejalan dengan prinsip transparansi dan kepatuhan teknis sebagaimana diamanatkan dalam peraturan pelaksana UU Minerba, termasuk Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Sementara itu, Bupati Gorontalo Utara Thariq Modanggu menyampaikan bahwa pemerintah daerah berkomitmen menata pertambangan rakyat agar tidak bertentangan dengan hukum. Menurutnya, sejarah panjang pertambangan di Gorontalo Utara harus diiringi dengan kepastian regulasi, terutama untuk mencegah praktik pertambangan tanpa izin (PETI) yang berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan dan persoalan hukum.
“Melalui koperasi, penambang rakyat memiliki wadah yang jelas dan dapat dibina sesuai regulasi. Pemerintah daerah mendorong agar seluruh aktivitas pertambangan berjalan dalam kerangka hukum yang berlaku,” kata Thariq.
Ia juga mengungkapkan bahwa pemerintah daerah telah mengusulkan 11 blok pertambangan untuk dibahas bersama DPRD Gorontalo Utara. Usulan tersebut diharapkan menjadi bagian dari proses penetapan wilayah yang dapat diarahkan sebagai WPR, sebagaimana diatur dalam Pasal 22 dan Pasal 23 UU Minerba, sehingga kegiatan pertambangan rakyat memiliki dasar hukum yang kuat.
Dengan diresmikannya Koperasi Cahaya Tambang Gorontalo Utara, diharapkan model pertambangan rakyat berbasis koperasi ini dapat menjadi contoh penertiban dan legalisasi tambang rakyat. Selain memberi perlindungan hukum bagi penambang, langkah ini juga memperkuat pengawasan negara, menjamin keselamatan kerja, serta mendorong pengelolaan sumber daya mineral yang bertanggung jawab dan berkelanjutan. (Red)
